Senin, 29 Agustus 2016
dr Karolin Margret Natasa: Srikandi Politik dari Mempawah
Perolehan suara Karolin Margret Natasa, akrab disapa Karol, di bawah putri mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan putra Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Puan Maharani meraih 242.504 suara dari BPP 188.131, dan Edy Baskoro Yudhoyono meraih 327.097 suara dari BPP 184.799.
Pada usia 27 tahun, Karol pun menjadi anggota DPRI RI. Kini, ia duduk di Komisi IX, dari Fraksi PDIP. Di sela-sela kesibukannya, Karol juga menyempatkan diri terlibat aktif di Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA). Ia menjadi Ketua Bidang IPTEK Presidium Pusat ISKA 2010-2013.
Karir politik
Karol lahir di Mempawah, Kalimantan Barat, 12 Maret 1982. Ia adalah putri sulung dari pasangan Frederika SPd dan Drs Cornelis MH, yang kini menjabat Gubernur Kalimantan Barat.
Lulus SMAN I Pontianak, Karol meninggalkan kampung halamannya, hijrah ke Jakarta untuk menempuh pendidikan tinggi. Ia studi di Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Bakat politisinya telah tampak tatkala menjadi mahasiswi. Ia pernah menyabet juara dalam lomba debat antarfakultas di Universitas Atma Jaya. Selain itu, Karol juga aktif berorganisasi. Ia pernah menjabat Presidium Pengembangan Organisasi di PMKRI Cabang Jakarta Pusat 2005-2006.
Karol memulai karir politiknya dengan menjadi juru kampanye Pemilu Bupati Kabupaten Landak pada 2006. Ia berkampanye untuk ayahnya yang waktu itu mencalonkan diri menjadi Bupati Landak. Setahun kemudian, ia aktif lagi mendukung sang ayah bertarung dalam Pemilu Gubernur Kalimantan Barat. Mau tak mau, dengan terjun ke panggung politik, Karol harus berkeliling keluar masuk kampung.
Karol berpendapat, dunia politik tidak selalu hitam putih. Seorang politisi harus memiliki prioritas. Tantangannya, menyelaraskan antara kepentingan masyarakat, partai politik, dan pribadi. Kuncinya, harus mendengarkan moralitas masyarakat.
“Politik adalah panggilan. Sebab, kalau tidak ada panggilan tidak akan bisa menikmati. Dan, kalau tidak bisa menikmati, pasti akan berat sekali,” tutur ibu Jorrel Sandhyka ini.
Karol menambahkan, kerja di bidang politik tidak memiliki job description. Misalkan, tatkala masa reses, diminta berkorban waktu maupun materi demi konstituen. Berhari-hari turun ke daerah pemilihan (dapil), mengunjungi sekaligus mendengarkan aspirasi. “Kalau tidak bisa menikmati, maka tidak akan mampu bertahan. Untuk mau saja sulit, apalagi bertahan, dan apalagi perempuan,” kata istri dokter Adhy Nugroho ini.
Masalah buruh
Karol duduk di Komisi IX DPR RI. Ia mengkritisi tentang persoalan ketenagakerjaan. Misalnya, pengawasan yang baik dari sisi jumlah, kualitas, maupun integritas masih kurang.
Tentang sistem outsourcing yang selalu dipermasalahkan, Karol berpendapat bahwa dengan persaingan seperti sekarang ini, tidak bisa menolak outsourcing. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sistem ini diimplementasikan sesuai dengan ketentuan hukum. Menjadi sangat ironis tatkala ada dokter outsourcing di rumah sakit. “Karena core bisnisnya di situ. Intinya di pelaksanaan masih berantakan,” tandas Karol.
Karol menambahkan, outsourcing boleh, tetapi dengan syarat harus ada jaminan sosial. Problemnya kini, tidak ada jaminan sosial. Yang ada hanya Jamsostek, sehingga menjadi monopolistik. Asuransi bagi buruh menjadi kurang optimal. Manfaat uang pensiun dan kecelakaan kerja kurang dirasakan buruh. Karol juga menilai bahwa selama ini ada perspektif yang salah, ketika mengurus masalah perburuhan, dianggap membela buruh. “Padahal, ini menyangkut stabilitas ekonomi dan iklim investasi. Kalau tidak ada investasi, yang rugi siapa?” gugatnya.
Menyoal buruh migran, Karol mempertanyakan peran negara, sebagai regulator atau operator. UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri juga belum menjawab persoalan. Dengan tegas Karol mengkritik perlakuan-perlakuan tidak manusiawi terhadap TKI. Sebelum berangkat ke luar negeri diperas, setelah pulang di diperas lagi. “Saya pernah baca di Jakarta Post, ada warga negara Malaysia mengucapkan terima kasih banyak kepada TKW asal Indonesia karena sudah membesarkan anak-anaknya. Ironisnya, ketika ia pulang justru disekap dan diperas,” tuturnya dengan nada prihatin.
Solusinya, menurut Karol, pertama-tama negara harus menjadi operator, di samping perlunya mempersiapkan dengan baik dan meningkatkan kualitas TKI. Karol menyatakan mendukung, jika Gereja mau ambil bagian dalam urusan TKI.
Karolin Margret Natasa
Tempat lahir : Mempawah, Kalimantan Barat
Tanggal lahir: 12 Maret 1982
Nama Suami : dr Adhy Nugroho
Nama Anak : Jorrel Sandhyka
Jabatan:
Anggota Komisi IX DPR RI 2009-2014 Fraksi PDI Perjuangan
Pendidikan
• SD Amkur Sambas (1994)
• SMP Gembala Baik Pontianak (1997)
• SMA Negeri I Pontianak (2000)
• S1 Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta (2007)
Organisasi
• Presidium Pengembangan Organisasi PMKRI Cabang Jakarta Pusat (2005-2006)
• Ketua DPD Taruna Merah Putih Provinsi Kalimantan Barat (2008-2013)
• Ketua Pengprov ISSI Kalbar (2009-2013)
• Wakil Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga DPD PDI Perjuangan Provinsi Kalimantan Barat (2010-2015)
• Presidium Pusat ISKA Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2010-2013)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar